Roan menyatukan semua elemen masyarakat tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau latar belakang. Dalam kegiatan ini, baik yang kaya maupun yang miskin, tua maupun muda, semua bekerja bersama tanpa perbedaan. Hal ini mengurangi kesenjangan dan memperkuat rasa persaudaraan.
Di sisi lain, roan juga mencerminkan budaya gotong royong yang sudah menjadi tradisi di masyarakat Indonesia. Dalam budaya Indonesia, gotong royong adalah cara untuk mencapai tujuan bersama melalui kerjasama. Roan menjadi wadah bagi santri untuk menginternalisasi nilai-nilai ini, yang kemudian bisa mereka bawa ke dalam kehidupan mereka setelah lulus dari pesantren.
Menjaga tradisi lokal juga sebagai bagian dari perwujudan dari kepedulian yang tercermin dalam budaya roan. Dan menjadi identitas budaya kolektivisme yang kuat.
Di Indonesia. Berbeda dengan budaya Barat yang lebih individualistis, masyarakat Indonesia lebih mengutamakan kerja sama. Dengan menjaga tradisi roan, identitas budaya bangsa tetap terjaga dan tidak tergerus oleh modernisasi.
Kesimpulan
Roan di pesantren adalah lebih dari sekadar tradisi fisik, tetapi juga merupakan sarana penting dalam menanamkan nilai-nilai Islam yang sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari. Melalui roan, santri diajarkan untuk hidup dalam kebersamaan, bertanggung jawab, dan ikhlas dalam setiap tindakan. Tradisi ini tidak hanya membentuk karakter santri, tetapi juga mempererat hubungan sosial, mengurangi kesenjangan status sosial, dan menanamkan cinta tanah air dengan tradisi indonesia dengan budaya gotong royong, kolektivisme dan menjaga tradisi lokal. Dengan tetap menjaga tradisi roan, pesantren berhasil menanamkan nilai-nilai keislaman yang mendalam, yang kemudian akan terus mengalir dalam kehidupan santri, baik saat mereka masih di pesantren maupun setelah mereka kembali ke masyarakat.
Penulis : Abdul Latif (mahasiswa Universitas Al-Qolam Malang)
Di ampu oleh : Dr. KH. Muhammad Husni, M.Pd.