Dampak dari beragam program tersebut, lanjut Ipuk, sudah terukur. Di antaranya, berdasarkan data BPS, kenaikan kemiskinan di Banyuwangi selama masa pandemi 2020-2021 hanya 0,01 persen (dari 8,06% pada 2020 menjadi 8,07% pada 2021), merupakan kenaikan kemiskinan terendah di Jatim (semua daerah mengalami kenaikan kemiskinan akibat pandemi).
Per 2022, angka kemiskinan Banyuwangi kembali menurun menjadi 7,5 persen; lalu kembali turun menjadi 7,34 persen pada 2023; merupakan level terendah dalam sejarah Banyuwangi sejak Indonesia merdeka.
Banyuwangi juga dinilai mampu mengelola inflasi dengan baik; ditetapkan sebagai kabupaten dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Terbaik se-Jawa dan Bali empat tahun berturut-turut, yang penghargaannya diserahkan Presiden Joko Widodo.
Salah satu indikator keberhasilan program pembangunan lainnya, Ipuk memaparkan, hal ini dapat dilihat dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terus meningkat; dari 71,85 (2020), 72,62 (2021), 73,15 (2022), dan 73,79 (2023).
Angka IPM Banyuwangi sudah masuk kategori “tinggi” dan tercatat sebagai yang tertinggi di wilayah timur Pulau Jawa yang kerap disebut “Sekar Kijang” (meliputi Situbondo, Jember, Bondowoso, Banyuwangi, Lumajang).