![$rows[judul]](https://lantaran.com/asset/foto_berita/Haram_(19).png)
Lantaran.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi memberlakukan pungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,25 persen untuk transaksi pembelian emas batangan oleh bullion bank dan lembaga jasa keuangan tertentu, mulai 1 Agustus 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 dan 52 Tahun 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak di sektor perdagangan logam mulia. Pajak tersebut hanya dikenakan pada transaksi emas batangan antar pelaku usaha dalam rantai distribusi, bukan kepada konsumen akhir.
“Pengenaan PPh 22 sebesar 0,25% ini hanya berlaku untuk pembelian emas batangan oleh bullion bank atau lembaga jasa keuangan tertentu. Masyarakat umum atau konsumen akhir tetap tidak dipungut pajak,” demikian penjelasan resmi dari Direktorat Jenderal Pajak dalam siaran persnya, Kamis (31/7) malam.
Pemerintah juga memberikan beberapa pengecualian atas pungutan PPh ini, di antaranya adalah transaksi dengan nilai kurang dari atau sama dengan Rp10 juta, penjualan oleh pelaku UMKM dengan pajak final, serta transaksi ke Bank Indonesia atau melalui pasar fisik emas digital.
Dengan kebijakan baru ini, pemerintah berharap dapat memperkuat basis pajak tanpa membebani masyarakat umum. Di sisi lain, sejumlah pelaku industri mengingatkan agar implementasi kebijakan ini dilakukan secara hati-hati agar tidak mengganggu likuiditas perdagangan emas nasional.
Kebijakan ini melanjutkan upaya reformasi perpajakan di sektor logam mulia yang sebelumnya telah dikenai PPN. Dengan ditetapkannya PMK 51 dan 52/2025, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah tidak menargetkan konsumen sebagai objek pajak, melainkan memperkuat pengawasan pada jalur distribusi emas.